Minggu, 12 Februari 2012

Implikasi LMF bagi rakyat pekerja



Labor Market Flexibility (manajemen pasar tenaga kerja yang lentur) adalah suatu konsep yang sering kita dengar dalam dunia tenaga kerja. Lebih jauh, LMF merupakan solusi usulan pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Bagi pemerintah, untuk mengatasi krisis yang melanda Indonesia diperlukan suatu pasar tenaga kerja yang lentur. Hanya pasar tenaga kerja yang lentur akan menarik penanaman modal dan seterusnya modal ini akan membantu menghilangkan krisis. Tulisan berikut akan mengupas konsep pasar tenaga kerja yang flesksible ala pemerintah di atas.

Hal pertama yang penting kita ketahui lebih dahulu adalah konsep investasi. Investasi adalah suatu kata dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Kata tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi residential (rumah baru).
Investor atau pengusaha adalah orang yang menanamkan modalnya atau berinvestasi dalam suatu bidang, misalnya seseorang yang menanamkan modalnya untuk membangun pabrik yang nantinya akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Pengusaha ini dalam pola klasik
dianggap sebagai majikan bagi buruh-buruh yang menjual tenaga kerjanya. Artinya buruh secara langsung berhubungan dengan pengusaha dalam sebuah proses produksi. Namun dalam praktek terkini pengusaha (investor) tidak lagi harus berhubungan secara langsung dengan pekerjanya tetapi memungkinkan juga melibatkan jasa pihak ketiga seperti perusahaan penyedia tenaga kerja, dsb. Model ini yang kita kenal dengan konsep Outsourcing. Dalam sistem outsourcing seorang buruh tidak lagi bertanggung jawab pada perusahaan yang menggunakan jasa tenaga kerjanya melainkan pada perusahaan yang menyalurkan tenaga kerjanya.
Dalam prakteknya memang banyak sekali investor yang tergiur untuk menanamkan modalnya atau berinvestasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam konsep LMF yang diusung oleh pemerintah memang sangat menguntungkan mereka. Secara praktis, LMF ini diiterapkan pemerintah dalam suatu bentuk aturan yang dinamakan Undang-undang. Untuk mengatur masalah perburuhan atau tenaga kerja, maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat aturan tenaga kerja di Indonesia yang kemudian disahkan oleh DPR dengan nama UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ada berbagai bentuk praktek LMF ini yang bisa kita lihat dalam UU, seperti status pekerja magang dan kontrak misalnya. Pekerja magang adalah mereka yang bekerja dalam satu perusahaan dengan status magang dengan masa kerja tertentu. Biasanya status magang ini diberlakukan oleh perusahaan ketika pekerja baru masuk bekerja dalam suatu perusahaan. Dalih yang biasanya dipakai adalah aturan pemberlakukan masa pelatihan atau training untuk 3 bulan pertama dia bekerja, yakni untuk menilai etos kerja buruh dalam perusahaan tersebut. Ketika 3 bulan pertama masa pelatihan tersebut selesai dan dianggap kerjanya baik oleh perusahaan, maka pekerja tersebut baru akan diangkat menjadi pekerja kontrak. Masalahnya adalah selama 3 bulan pertama itu, pekerja magang akan dapat dipecat kapan saja tanpa pesangon oleh perusahaan yang bersangkutan.
Berbeda dengan pekerja magang, pekerja kontrak adalah pekerja yang masa kerjanya diatur dalam perjanjian kontrak antara pekerja dan pengusaha. Misalnya saja seorang pekerja dikontrak oleh pengusaha hanya dalam masa 6 bulan, maka setelah 6 bulan pekerja tersebut tidak dapat bekerja lagi di perusahaan tersebut, kecuali dia menandatangani perjanjian kontrak untuk masa kerja yang baru.
Setidaknya ada dua masalah dalam model kerja kontrak ini. Waktu kerja yg singkat dan padat serta ketakutan akan pemecatan membuat buruh kontrak enggan untuk berserikat. Persoalan ini berimbas pada lemahnya posisi pekerja kontrak mempertahankan hak-haknya ketika berhadapan dengan pengusaha atau pemberi kerja. Perundingan yang dilakukan oleh pekerja dan pengusaha sifatnya pribadi, bukan kolektif melalui serikat buruh. Dalam model semacam ini dapat dibayangkan bagaimana mudahnya pengusaha menghancurkan buruh yang rentan tersebut, baik itu dengan pola PHK massal maupun dengan memecat buruh yang dianggap akan merugikan perusahaan atau potensial mengganggu proses prosukdi karena menuntut hak-hak mereka.
Karena itulah konsep LMF indentik dengan upaya penghancuran serikat-serikat buruh (busting unions) di pabrik atau perusahaan. Karena pekerja kontrak pun akan takut untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan serikat buruh karena akan diancam PHK oleh pengusaha.
Hal lain yang disasar dalam sistem LMF adalah penghancuran biaya-biaya yang “tidak efektif” seperti: penghapusan upah minimum, menekan upah dan menghapuskan berbagai jaminan sosial yang diterima buruh selama ini. Karena semua hal tersebut hanya akan menambah beban biaya produksi produksi. Itulah sebab mengapa seringkali kita mendengar keluhan pengusaha yang mengatakan upah buruh terlalu tinggi dan tak sesuai dengan produktifitas kerja dan sebagainya. Pendeknya, LMF memakai logika bagaimana supaya pengusaha menjadi kaya raya dan menjadikan buruh semiskin-miskinnya.
Belum lagi upaya untuk mempermudah cara-cara agar dapat mem-PHK buruh dengan mudah. Melalui status pekerja tersebut yang telah dibicarakan di depan, maka upaya untuk mem-PHK buruh akan menjadi lebih mudah. Dengan begitu LMF sebenarnya bukan akan merendahkan tingkat penggangguran di Indonesia, tetapi angka pengangguran akan meningkat dengan tajam. Bila pengangguran tinggi, maka tingkat pencari kerjapun akan semakin meningkat. Sehingga makin banyak orang yang mau diupah dengan murah asalkan dapat memperoleh upah dan bekerja. Maka juga ada ketakutan di kalangan buruh untuk dipecat, karena artinya sumber penghasilan mereka dari bekerja akan hilang bila mereka dipecat.
Dari uraian diatas, maka sebenarnya dapat kita lihat, LMF hanyalah upaya pengusaha dan pemerintah untuk memaksimalkan keuntungan mereka dengan mengeksploitasi keringat buruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar