Apa itu Sistem Fordisme?
Fordisme adalah sistem produksi yang berkembang pasca perang dunia kedua. Fordisme karena itu sering juga dikenali sebagai sistem produksi pasca-perang. Sistem diperkenalkan oleh seorang ekonom AS bernama J.M. Keynes. Sistem ini diperkenalkan paling tidak atas dua alasan: sebagai respon atas ancaman kebangkrutan sistem kapitalisme, yang ditandai dengan terjadinya perang dunia, dan; ancaman kebangkitan ideology komunisme.
Ada empat hal yang menjadi ciri khas sistem Fordisme, yaitu:
1. Bersifat produksi massal atas barang-barang konsumen yang bersifat tahan lama. Teknik yang digunakan dalam produksi ini adalah dengan membuat barisan massif pekerja semi-skill.
2. Pertumbuhan ekonomi yang stabil secara makroekonomi dalam sebuah perekonomian yang relatif tertutup.
3. Pemisahan kepemilikan dan kontrol dalam korporasi-korporasi besar, monopoli atas harga, mengakui keberadaan serikat (buruh) dan keterlibatan negara dalam menangani konflik antara modal dan buruh.
4. Pola sosial organisasi dimana konsumsi komoditi massal ada dalam rumah tangga keluarga inti. Artinya masyarakat Fordis adalah sebuah masyarakat industrial-perkotaan, “massa menengahâ€, masyarakat yang pendapatan-(berdasarkan)gaji.
Minggu, 12 Februari 2012
Implikasi LMF bagi rakyat pekerja
Labor Market Flexibility (manajemen pasar tenaga kerja yang lentur) adalah suatu konsep yang sering kita dengar dalam dunia tenaga kerja. Lebih jauh, LMF merupakan solusi usulan pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Bagi pemerintah, untuk mengatasi krisis yang melanda Indonesia diperlukan suatu pasar tenaga kerja yang lentur. Hanya pasar tenaga kerja yang lentur akan menarik penanaman modal dan seterusnya modal ini akan membantu menghilangkan krisis. Tulisan berikut akan mengupas konsep pasar tenaga kerja yang flesksible ala pemerintah di atas.
Hal pertama yang penting kita ketahui lebih dahulu adalah konsep investasi. Investasi adalah suatu kata dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Kata tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi residential (rumah baru).
Investor atau pengusaha adalah orang yang menanamkan modalnya atau berinvestasi dalam suatu bidang, misalnya seseorang yang menanamkan modalnya untuk membangun pabrik yang nantinya akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Pengusaha ini dalam pola klasik
Transformasi Petani Menjadi Buruh IndustriPerkebunan:
Studi Karesidenan Pekalongan 1830-1870
Sejarah perkebunan di Hindia Belanda berkaitan erat
dengan sejarah terbentuknya lapisan sosial buruh di
dalam masyarakat. Masyarakat petani, yang seringkali
dikaitkan dengan ikatan sosial "tradisional" yang
non-ekonomis ("gotong-royong"), dengan berkembangnya
industri perkebunan, mereka ditransformasi ke hubungan
yang murni ekonomi. Secara kongkret, gejala ini
terlihat dari terkikisnya ikatan pertuanan
(patron-clientage) yang digantikan oleh hubungan
buruh-majikan.
Faktor penentu bagi keberhasilan industri perkebunan
di Hindia Belanda adalah tersedianya tanah dan tenaga
kerja yang memadai. Pengabaian pada salah satu faktor
tersebut bisa menjadi malapetaka yang meruntuhkan
kelangsungan industri perkebunan ini. Kasus seperti
ini pernah terjadi di pabrik-pabrik gula moderen--di
Pamanukan-Ciasem, Jawa Barat--yang mengandalkan mesin
uap dengan sistem pengairan kebun menggunakan
kincir-kincir air, terpaksa bangkrut di akhir
Sejarah perkebunan di Hindia Belanda berkaitan erat
dengan sejarah terbentuknya lapisan sosial buruh di
dalam masyarakat. Masyarakat petani, yang seringkali
dikaitkan dengan ikatan sosial "tradisional" yang
non-ekonomis ("gotong-royong"), dengan berkembangnya
industri perkebunan, mereka ditransformasi ke hubungan
yang murni ekonomi. Secara kongkret, gejala ini
terlihat dari terkikisnya ikatan pertuanan
(patron-clientage) yang digantikan oleh hubungan
buruh-majikan.
Faktor penentu bagi keberhasilan industri perkebunan
di Hindia Belanda adalah tersedianya tanah dan tenaga
kerja yang memadai. Pengabaian pada salah satu faktor
tersebut bisa menjadi malapetaka yang meruntuhkan
kelangsungan industri perkebunan ini. Kasus seperti
ini pernah terjadi di pabrik-pabrik gula moderen--di
Pamanukan-Ciasem, Jawa Barat--yang mengandalkan mesin
uap dengan sistem pengairan kebun menggunakan
kincir-kincir air, terpaksa bangkrut di akhir
Langganan:
Postingan (Atom)