Minggu, 29 April 2012

Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Dewan Pendidikan Tinggi Desember 2010 Versi 8 Desember 2010



Versi 8 Desember 2010



Naskah Akademik









Rancangan Undang-Undang Tentang
Perguruan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional  Dewan Pendidikan Tinggi
Desember 2010
  Versi 8 Desember 2010

Pengantar
  Bab VI Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengatur mengenai Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan. Bagian Keempat Bab VI tersebut yang diberi judul Pendidikan Tinggi terdiri atas 7 pasal yaitu Pasal 19 sampai dengan Pasal 25. Pada Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 25 ayat (3) dinyatakan bahwa hal-hal yang diatur di dalam pasal-pasal tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Hal-hal yang dimaksud antara lain mengenai jenjang dan program pendidikan (diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor), bentuk perguruan tinggi (akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas), kewajiban melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, program (akademik, profesi, dan/atau vokasi), gelar, guru besar, kebebasan akademik, kebebasan mimbar, otonomi keilmuan, dan plagiat.   Untuk memenuhi perintah Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 25 ayat (3) UU Sisdiknas, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan (PP No.17 Tahun 2010).   Dari uraian di atas, tampak bahwa hal-hal mengenai pendidikan tinggi sesuai dengan perintah UU Sisdiknas telah diatur di dalam PP No.17 Tahun 2010, sehingga penyusunan rancangan undangundang
tentang
pendidikan
tinggi
selain
akan
menyebabkan
pengaturan
pendidikan
tinggi
yang
tidak

sesuai

perintah UU Sisdiknas, juga akan menimbulkan pengaturan pendidikan tinggi yang tumpang tindih. Sedangkan hal yang belum diatur di dalam UU Sisdiknas dan/atau PP No.17 Tahun 2010 yaitu mengenai tata kelola perguruan tinggi, justru membutuhkan pengaturan di dalam sebuah undangundang.




Semula
tata
kelola
perguruan

tinggi ini telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Namun ternyata UU BHP tersebut telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010. Untuk mengisi kekosongan pengaturan tata kelola perguruan tinggi tersebut Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan (PP No. 66 Tahun 2010).  PP No. 66 Tahun 2010 tersebut tentu tidak dimaksudkan untuk memenuhi perintah Pasal 53 UU Sisdiknas yang menghendaki agar penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, walaupun menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 badan hukum pendidikan ini harus dimaknai sebagai fungsi penyelenggara pendidikan. Untuk pendidikan tinggi, fungsi penyelenggara pendidikan di dalam pemaknaan baru menurut Putusan Mahkamah Konstitusi tentu dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Oleh karena itu, rancangan undang-undang yang perlu disusun berdasarkan perintah Pasal 53 UU Sisdiknas adalah Rancangan Undang-Undang Tentang Perguruan Tinggi.

AKSI SERENTAK SERIKAT MAHASISWA INDONESIA



AKSI SERENTAK SERIKAT MAHASISWA INDONESIA

Bengkulu, Medan, Pringsewu, Lampung, Jakarta, Tanggerang, Bekasi, Semarang, Pekalongan, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, Bima, Dompu, Makasar, Luwuk, Maluku Utara



DIBAWAH SISTEM KAPITALISME, REZIM SBY-BOEDIONO DAN ELIT POLITIK BORJUASI

GAGAL MENSEJAHTERAKAN RAKYAT



Eskalasi perlawanan rakyat semakin meningkat seiring masifnya praktek liberalisasi yang dilakukan oleh rezim SBY-Boediono. Karena dalam posisi negara sebagai alat kepentingan klas pemodal, berarti bahwa rezim yang berkuasa akan terus bekerja keras untuk menjalankan program-program liberalisasi. Hal ini terbukti hingga sekarang, sejak berkuasanya elit-elit politik rezim borjuasi SBY-Boediono hanyalah menjadi alat yang tidak ubahnya dengan robot yang begitu mudah dikendalikan, tepatnya Indonesia menjadi negara terjajah yang tidak memiliki kedaulatan apapun kecuali hanya sebagai pelayan para tuan modal. Kenyataan itulah yang telah menyadarkan rakyat sehingga rakyat telah bangkit dan melawan kekuasaan borjuasi yang menindas.

Dalam beberapa dekade ini, pasca ditandatangainya Letter of Intent (LOI) dengan IMF, begitu banyaknya produk UU yang sesungguhnya lebih menguntungkan para tuan modal dan semakin menyengsarakan rakyat. Liberalnya kebijakan yang disahkan rezim terkait sumber-sumber kekayaan alam negeri mulai dari  Hutan, Perkebunan, Pertambangan minyak gas dan Mineral, Batu bara, Pangan, Energi, Pendidikan, Kesehatan dan lain-lain. Tidak hanya eksploitasi alam, eksploitasi terhadap manusia Indonesia pun dilakukan secara sistematis, mulai dari upah buruh yang sangat murah baik yang ada di dalam maupun diluar negeri (TKI) hingga menjadikan rakyat Indonesia hanya sebagai konsumen bagi produk-produk mereka.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2011



SALINAN




PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 60 TAHUN 2011


TENTANG


LARANGAN PUNGUTAN BIAYA PENDIDIKAN
PADA SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  menjamin
terselenggaranya  program  wajib  belajar  pada  jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya;