Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3
Sabtu, 20 April 2013
Penjelasan UUD NO 36 Mengenai Telekomunikasi, Azas, Dan Tujuan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Telekomunikasi, Penyidikan, Sanksi Adm, Dan Ketentuan Pidana
Menurut undang-undang No. 36 Tahun 1999 mengenai Telekomunikasi pada pasal 38 yang berisikan “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data, bukan mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini membuat terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.
Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.
Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.
UUD NOMOR 36
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI
BAB I
|
Penjelasan Undang-Undang no . 19 Tentang Hak Cipta Ketentuan Umum, Ruang Lingkup Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta Dan Prosedur Pendaftaran HAKI
Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab, 78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:
Bab I : Ketentuan Umum
Bab II : Lingkup Hak Cipta
Bab III : Masa Berlaku Hak Cipta
Bab IV : Pendaftaran Ciptaan
Bab V : Lisensi
Bab VI : Dewan Hak Cipta
Bab VII : Hak Terkait
Bab VIII : Pengelolaan Hak Cipta
Bab IX : Biaya
Bab X : Penyelesaian Sengketa
Bab XI : Penetapan Sementara Pengadilan
Bab XII : Penyidikan
Bab XIII : Ketentuan Pidana
Bab XIV : Ketentuan Peralihan
Bab XV : Ketentuan Penutup
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I : KETENTUAN UMUM
Pasal 1, ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
Ruang Lingkup Tentang Hak Cipta dan Prosedur Pendaftaran HAKI di DEPKUMHAM
Hak eklusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah pengertian HAK CIPTA menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002.
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas aspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas aspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap
Council of Europe Convention on Cyber Crime Di Berbagai Negara
A. Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat
Selasa, 16 April 2013
UNDANG UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang :
a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK
adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh para buruh. Ketika di PHK harapan
untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari telah
pupus, jangankan di PHK, pada saat bekerja pun buruh masih juga harus utang
sana-sini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Sulit untuk menghindari PHK oleh
Buruh, karena PHK seringkali dilakukan secara sepihak oleh pengusaha dengan
mencari-cari alasan untuk mem-PHK buruh. Padahal didalam UU No.13 Tahun 2003,
disebutkan tentang hal-hal yang dibolehkan atau dilarang untuk melakukan PHK
oleh pengusaha. Tetapi, seperti biasa dalam prakteknya hal tersebut seringkali
dilanggar ataupun kekuasaan pengusaha.
Tidak hanya seperti yang disebutkan
diatas, terkadang, persoalan PHK membawa dampak yang sangat merugikan untuk
buruh selain kehilangan pekerjaan. Misalnya saja, PHK Massal yang dilakukan
oleh pengusaha tanpa membayarkan pesangon atau pesangonnya tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Banyak sudah kasus PHK yang akhirnya menelantarkan para
buruh tanpa kejelasan nasib atas pesangonnya.
Untuk itu, buruh harus tahu hal-hal
yang berkaitan dengan PHK, dimulai dari tata cara melakukan PHK, yang dilarang
dan dibolehkan dalam melakukan PHK, pembayaran pesangon, dan lain sebagainya.
Dalam tulisan ini, akan memaparkan mengenai semua hal yang berkaitan dengan PHK
dengan harapan agar buruh tidak lagi dibohongi, dibodohi, dan diperlakukan
sewenang-wenang oleh pengusaha.
Tata
Cara PHK
Pada dasarnya, segala upaya harus
dilakukan untuk mengusahakan agar jangan sampai terjadi PHK, upaya tersebut
misalnya dengan
Albert Einstein
Albert Einstein
Mengapa Sosialisme?
Apakah
pantas bagi seseorang yang bukan merupakan pakar di bidang persoalan sosial dan
ekonomi mengemukakan pandangannya berkaitan dengan sosialisme? Karena berbagai
alasan, saya yakin hal itu pantas saja dilakukan.
Pertama-tama
marilah kita menganalisa pertanyaannya dari sudut pandang
GEORG WILHELM FRIEDRICH HEGEL (1770-1831)
―Alles
Vernunftige ist wirklich und
alles Wirkliche ist vernunftig‖
Pendahuluan
Masih adakah persoalan filosofis yang tersisa dari apa yang telah diupayakan Immanuel
Kant dengan kritisismenya? Konsepsi filosofis yang dikemukakan oleh Kant pada kenyataannya
telah menimbulkan pertanyaan baru yang lebih serius. Di mata pengkritiknya, Kant tidaklah
benar-benar menyelesaikan persolan filsafat disekitar rasio, kesadaran dan realitas. Hegel, filsuf
yang segera akan kita bicarakan, bahkan mempertanyakan sekaligus mempersoalkan tentang
watak atemporal pengetahuan dan
konsepsi nirwaktu kategori-kategori.
Secara umum sanggahan Hegel terhadap konsepsi filosofis tentang watak atemporal
pengetahuan dan konsepsi nirwaktu kategori dipijakan di atas landasan dan pengertiannya
tentang ―akal sehat‖ atas pengetahuan yang disebutnya sebagai ―rasa kepastian‖ (sense of
certainity). Teorinya adalah –jika ini patut disebut sebagai teori—kita benar-benar telah
mencerap benda-benda. Akal sehat memandang bahwa benda-benda benar-benar berada di sana.
Ia terlihat, dapat didengar dan mudah untuk disentuh. Kita mengenalnya melalui pancaindera,
dan kita merasa pasti tentang hal itu. Karena itu, jika ini dilanjutkan pada level filosofis tertentu,
pengalaman manusia menurut Hegel bersifat langsung (immediate) dan tidak diperantarai
(unmediated) oleh kategori
apapun.
Dengan konsepsinya tentang ―rasa kepastian‖ ini, Hegel sekaligus juga mematahkan
keyakinan Descartes tentang kesadaran diri yang terisolir. Bagi Hegel, kepastian pengetahuan
yang lahir dari keyakinan Cartesian adalah tidak benar-benar pasti. Argumennya: kedirian
dikonstruksi secara sosial, diciptakan oleh masyarakat melalui interaksi dan dialog antarpribadi.
Dengan kata lain, kedirian pada dasarnya bersifat sosial, bukan sekadar psikologis dan
epistemologis.
Pemikiran Hegel tentang
Dialektika
Bagi sebagian orang, Hegel dianggap sebagai ―kekeliruan besar‖ dalam sejarah filsafat.
1
Tapi barangkali karena ini pulalah, ia adalah raksasa dalam bidang filsafat. Di mata
1
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, (Bentang:
Yogyakarta, 2002, hal.79.
pengaggumnya, Hegel sering dipandang sebagai titik puncak perkembangan idealisme pasca-
Kantian di Jerman (karena pada dirinyalah berbagai sistem dari semua pemikiran filsafat
sebelumnya menemukan muara). Hegel memang memiliki segala persyaratan untuk layak
disebut sebagai seorang filsuf. Perjalanan hidupnya diwarnai oleh pengalaman-pengalaman
berharga yang kelak menjadi bahan penting yang ikut mematangkan sosok filsafat yang hendak
dibangunannya.
Pada usia sembilan belas tahun misalnya, ia dengan
penuh semangat mencermati
seluruh perkembangan pencerahan yang berkembang di Perancis. ―Dunia sedang berubah‖,
begitu komentarnya.
Hegel juga adalah saksi bagi peristiwa-peristiwa sejarah penting dunia. Pada tahun 1806,
ketika ia mulai menancapkan kuku pengaruhnya dengan menerbitkan buku pertamanya The
Phenomenology of Mind
2
, Napoleon sedang berada di puncak menara kekuasaan. Tentu saja
Hegel menyaksikan napsu Napoleon yang hendak mempersatukan dan memprakarsai era baru
internasionalisme. Hegel memiliki pandangan tersendiri terhadap kemenangan yang diraih
Napoleon dalam setiap peperangan.
―Sejarah dunia di atas punggung kuda‖,
begitu tuturnya.
3
Hegel adalah anak sah Romantisme. Dia lahir pada tanggal 27 Agustus 1770 di Stuttgart
dan meninggal pada 14 November 1831 karena kolera. Mulai usia delapan belas tahun ia
mempelajari filsafat dan teologi di Universitas Tubingen, Jerman. Dari Tubingen ia pindah ke
Switzerland dan memperdalam filsafat pengetahuan di Frankfurt. Karir akademisnya segera
menanjak ketika ia mengajar di Universitas Jena dan pada tahun 1805 Hegel ditasbih sebagai
profesor filsafat.
Dalam filsafat Hegel, kita akan menemukan upaya yang paripurna untuk melihat semua
masalah dan konsep filsafat, termasuk konsep tentang rasio itu sendiri, dalam kerangka yang
pada dasarnya historis. Bagi Hegel, tak ada ide yang memiliki makna tetap, dan tak ada bentuk
pemahaman yang memiliki validitas kekal dan tak berubah. Dari titik inilah, Hegel berpendapat
bahwa pikiran-pikiran yang dikemukakan oleh Kant, Fichte dan Schelling, misalnya, masih
terlalu relatif dan hanya membahas sebagian dari realitas. Namun demikian, dengan sistem
filsafat yang hendak dikembangkannya, Hegel mau mengatasi dan memanfaatkan unsur-unsur
2
Sebuah buku yang menyajikan perjalanan panjang tentang konsepsi ketdaksadaran manusia dari
mulai
yang paling elementer sampai yang paling melingkupi
dan rumit. Perhatian utama dari Phenomenology adalah
hakikat Roh (Geist), jiwa kosmis, yang meliputi manusia dan seluruh alam.
hakikat Roh (Geist), jiwa kosmis, yang meliputi manusia dan seluruh alam.
3
Robert C
Solomon, Katheleen M. Higins, Sejarah Filsafat, (Bentang,:Yogyakarta, 2002), hal. 425.
kebenaran dalam sistem filsafat sebelumnya itu. Das Wahre ist Geist das Ganze, kata Hegel:
kebenaran harus disamakan dengan
keseluruhan; kebenaran mencakup segala sesuatu yang ada.
4
Jadinya, filsafat Hegel adalah filsafat perubahan, seperti pemikiran filsuf kuno pra
Sokrates, Heraklitus, yang sangat dihormati Hegel. Titik perbedaannya adalah, bagi Heraklitus
―Perubahan adalah raja‖. Namun, sebagaimana yang diandaikan oleh kiasan itu, Heraklitus,
seperti kebanyakan filsuf Yunani lainnya, percaya bahwa semua perubahan bersumber pada
suatu ―logos‖, sedangkan dirinya sendiri tidak kena oleh hukum perubahan. Sedang bagi Hegel,
sejarah berarti perkembangan; setiap proses historis adalah sesuatu yang baru di dunia ini, dan
tak
ada sesuatupun yang tetap sama persis seperti keadaan
sebelumnya.
Yang biasanya disebut dengan filsafat Hegel terutama adalah metode untuk memahami
kemajuan sejarah.
5
Dalam filsafat Hegel, metode itu disebutnya dengan dialektika. Dialektika
merupakan terobosan baru dan sebentuk perlawaan terhadap dominasi logika tradisional
Aristotelian selama berabad-abad. Melalui dialektika sebagai ujung tombak filsafatnya, Hegel
menolak dua hal yang sangat mendasar dalam logika. Pertama, logika dipahami sebagai studi
tentang pikiran. Kebenaran yang hendak direngkuhnya adalah kebenaran formal yang tidak
memiliki signifikansi ontologis. Kedua, prinsip identitas yang menyatakan bahwa satu entitas
dengan oposisinya saling mengecualikan, berdiri sendiri-sendiri, dan bertentangan secara logis:
A adalah A, dan bukan non A.
6
Dalam buku yang dibesut untuk pertama kalinya, yaitu The Phenomenology of Mind,
Hegel meyakini bahwa tidak ada realitas objektif yang terpisah dari pikiran manusia. Pikiran
adalah realitas objektif dan realitas objektif adalah pikiran.
7
Logika dengan demikian, bukanlah
sekedar upaya untuk merumuskan kebenaran formal, melainkan ia dapat direntang sekaligus
memiliki signifikansi ontologis dimana benak membentuk realitas sehingga kajian tentang
pikiran akan mengungkap prinsip-prinsip yang menata realitas. Pandangan Hegel tentang tidak
adanya jarak antara pikiran dan kenyataan ini, sebenarnya, merupakan perlawanannya terhadap
4
P.A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia dalam Hegel: Refleksi
Absolut, (Gramedia:
Jakarta, 1991), hal. 99.
5
Jostein Gaader, Dunia Sophi: Sebuah
Novel Filsafat, (Mizan:
Bandung, 1996), hal.393.
6
Donny Gahral Adian, Pilar-pilar Filsafat
Kontemporer, (Jalasutra: Yogyakarta, 2002), hal.27.
7
Inilah yang dimaksud dengan pernyataannya, bahwa ―Semuanya yang real
bersifat rasional dan semuanya
yang rasional bersifat real‖ (Alles Vernunftige ist
wirklich und alles Wirkliche ist vernunftig). Maksudnya, luasnya
rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (atau ―Idea‖ menurut istilah yang
dipakai Hegel). Konon, pernyataan ini sebenarnya berasal dari Thomas Aquinas, lihat P.A. van der Weij, Filsuf-
filsuf Besar tentang Manusia dalam Hegel: Refleksi Absolut hal. 102, lihat juga K. Bertens, Ringkasan Sejarah
Filsafat, (Kanisius: Yogyakarta, 1983), hal. 68.
rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (atau ―Idea‖ menurut istilah yang
dipakai Hegel). Konon, pernyataan ini sebenarnya berasal dari Thomas Aquinas, lihat P.A. van der Weij, Filsuf-
filsuf Besar tentang Manusia dalam Hegel: Refleksi Absolut hal. 102, lihat juga K. Bertens, Ringkasan Sejarah
Filsafat, (Kanisius: Yogyakarta, 1983), hal. 68.
konsepsi Immanuel Kant tentang adanya wilayah das Ding an sich (the thing in itself). Dengan
ini, Kant meyakini bahwa ada realitas yang tidak dapat dikenali oleh pikiran manusia. Ada
sejenis kebenaran yang tak dapat disentuh. Bagi Hegel, kebenaran itu subjektif. Sebab, semua
pengetahuan adalah pengetahuan manusia. Sebenarnya, penolakan terhadap konsep das Ding an
sich (the thing in itself) telah menjadi mode filsafat pasca-Kantian. Keyakinan Kant ini sering
digambarkan sebagai suatu kesalahan dan kecerobohan (oversight) yang dapat menghancurkan
semua usaha kritis.
Dalam pandangan dialektika, apapun yang ada merupakan kesatuan dari apa yang
menjadi lawannya. Dalam sejarah misalnya, suatu pemikiran biasanya diajukan atas dasar
pemikiran-pemikiran lain yang sebelumnya pernah diajukan. Tapi begitu suatu pemikiran
diajukan, ia akan dihadapkan pada pemikiran lain. Suatu ketegangan akan muncul diantara dua
cara berpikir yang saling bertentangan ini. Tapi ketegangan itu akhirnya dapat dicairkan oleh
munculnya pemikiran ketiga yang dapat menunjukkan hal-hal terbaik dari kedua sudut pandang
tersebut. Inilah yang oleh Hegel disebut sebagai ―proses dialektis‖ yang meliputi tiga tahap:
tesis, antitesis dan
sintesis.
Menurut Hegel, dalam sintesis itu tesis dan antitesis menjadi ―aufgehoben‖. Kata Jerman
ini mempunyai lebih dari satu arti. Di satu pihak kata ―aufgehoben‖ berarti dicabut, ditiadakan,
tidak berlaku lagi. Tetapi di lain pihak kata tersebut berati juga diangkat, dibawa pada tarap yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lain, dalam sintesis, baik tesis maupun antitesis mendapat
eksistensi baru. Atau dengan perkataan lain lagi, kebenaran yang terkandung dalam tesis dan
antitesis tetap disimpan dalam sintesis, tetapi dalam bentuk yang lebih sempurna. Dan ini akan
berlangsung terus. Sintesis yang dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis
lagi dan akhirnya dua-duanya dapat diperdamaikan menjadi sintesis baru. Maka dari itu, proses
dialektika sebaiknya dikiaskan dengan gerak
spiral dan bukan dengan garis lurus.
8
Jika filsafat mempersoalkan tentang pertanyaan. Maka, pertanyaan kita terhadap metode
dialektika yang diyakini Hegel ini adalah darimanakah prinsip dialektika ini berasal? Titik tolak
atau tesis dari pemikiran dialektika yang dikemukakan oleh Hegel berasal dari Idee an sich,
kesatuan antara Ada dan pemikiran, yang belum dibedakan.
9
Atau, kita dapat katakan: Ada yang
berpikir dan pemikiran yang ada. Dalam ide yang merupakan asal usul ini terkandung ―segala
8
K. Bertens, Sejarah
Filsafat Barat, hal. 69. Lihat
juga C.A. Van Peursen, Menjadi
Filsuf: Suatu
Pendorong ke Arah
Berfilsafat Sendiri, (Qalam: Yogyakarta, 2003), hal. 61.
sesuatu‖, tetapi ia abstrak dan tidak konkrit. Munculah antitesis atau penyangkalan terhadap ide
abstrak oleh ide kongkrit (Idee ausser sich) atau alam. Pemikiran dan Ada kongkrit (alam). Alam
dan ide nampaknya asing satu sama lain, namun demikian pada kenyataannya alam berasal dari
ide, namun ia diposisikan sebagai kebalikannya. Pemikiran dan Ada kongkrit (alam) kini telah
berdiri sendiri, saling bertentangan. Pertentangan ini lama kelamaan menghilang, karena ide
yang terkandung dalam alam
dibangunkan oleh ksadaran manusia dan pengetahuan tentang alam.
Ilmu pengetahuan alam dan filsafat alam menyatakan lagi ide di dalam alam sebagai dasarnya.
Sintesis mulai
muncul yaitu sebentuk
kesatuan yang baru antara pemikiran dan Ada (Idee an sich
dan Idee ausser sich) yang sudah mengalami pembedaan dengan lahirnya Roh atau Ide (Ide an
und fur sich).
10
Dalam pemahaman Hegel, Roh atau Ide ini dikenal melalui upaya saling pengaruh atau
dalam komunikasi orang perorang. Roh atau Ide pertama kali mewujudkan dirinya dalam bahasa.
Dan bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari individu manusia. Karena itu bukan
individu yang menciptakan bahasa, melainkan bahasalah yang menciptakan individu.
11
Menurut
Hegel selanjutnya, Ruh atau Ide ini kembali pada dirinya sendiri dalam tiga tahap. Pertama-
tama,
Ruh atau Ide sadar akan dirinya sendiri dalam
individu. Hegel ini sebagai Ruh Subjektif. Ia
kemudian mencapai kesadaran yang lebih tinggi dalam keluarga, masyarakat dan negara.
Menurut Hegel ini disebut sebagai Ruh Objektif, sebab ia muncul dalam interaksi dan dialog
antara orang-orang. Selanjutnya menurut Hegel, Ruh mencapai bentuk perwujudan dirinya yang
tertinggi dalam Ruh Mutlak. Ruh Mutlak tiada lain adalah seni, agama dan filsafat. Diantara tiga
ini, bagi Hegel, filsafat adalah bentuk pengetahuan tertinggi. Sebab, dalam filsafat Ruh atai Ide
memancarkan pengaruhnya sendiri dalam sejarah. Jadi Ruh, pertamakalinya menemukan dirinya
dalam filsafat.
Struktur dasar dari dialektika Hegel berdasarkan pemahaman di atas pada dasarnya
adalah dialog. Berfilsafat pada dasarnya hanya mungkin terjadi apabila orang bersedia membuka
diri pada sesama manusia. Dalam pengertian filsafat sebagai suatu dialog, berbagai hal diuraikan
dan bermacam segi dari suatu persoalan ditonjolkan dan dijelaskan. Cara dialog ini bisa
berlangsung dengan baik karena memberikan kesempatan bagi orang yang terlibat dalam suatu
dialog untuk mengemukakan
pendapatnya masing-masing.
9
Pahami lagi
pernyataan Hegel tentang tidak adanya jarak antara pikiran dan kenyataan.
10
P.A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, hal. 103.
Di sini perlu juga dikemukakan gagasan mendasar lainnya yang dikemukakan oleh Hegel
sebagai implikasi dari prinsip dialektika yang diyakininya, yaitu konsepsinya tentang kebebasan
–yang dikemudian hari ia menjadi magnet yang menarik minat para filsuf eksistensialis untuk
membicarakannya. Bagi Hegel, kebebasan adalah kemampuan untuk merealisasikan diri sendiri.
Diri, bukanlah suatu ego murni; secara konkrit ia adalah personalitas yang memiliki
kecenderungan dan kapasitas yang pasti.
12
Bagi Hegel, langkah pertama menuju pengetahuan
diri dan pembudayaan diri adalah pengakuan atas keikutsertaan seseorang dalam komunitas yang
berkembang secara historis. Hanya dengan cara inilah orang bisa menemukan dirinya sendiri
sebagai manusia yang utuh. Pribadi yang bebas menurut Hegel, adalah yang mampu
mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan padanya
oleh negara, yang bagi Hegel seperti yang telah dikemukakan di atas sebagai perwujudan dari
Ruh Objektif.
Ajaran Hegel tentang kebebasan tidaklah benar-benar anti-individualistis. Hegel memang
memandang negara sebagai ―perwujudan kebebaan rasional yang merealisasikan dan
mengorganisasikan dirinya dalam bentuk yang objektif‖. ―Negara‖, ujar Hegel, ―adalah Ide Roh
dalam bentuk manifestasi kehendak manusia dan kebebasannya‖. Tetapi bentuk-bentuk
―objektif‖ kebebasan itu bukanlah satu-satunya bentuk-bentuk kebebasan.
13
Tahap kebudayaan
manusia yang tinggi seperti telah dinyatakan di atas hanya tercapai dalam seni, agama dan
filsafat. Filsafat Hegel tentang kebebasan, jadinya adalah sebentuk kombinasi yang terlihat
paradoksal antara kepatuhan ataupun pengabdian kepada negara dan kebebasan spiritual yang
bersifat batiniah, yang sebenarnya menjadi trend di kalangan intelektual Jerman. Dalam kasus
Hegel, akan tampak terlihat adil jika dikatakan bahwa ia menganggap ketaatan terhadap negara
atau terhadap tugas-tugas dalam kehidupan bermasyarakat hanyalah salah satu aspek dari
pembudayaan diri.
Lebih Jahuh dengan Dialektika
Hegel
Semua pengetahuan adalah pengetahuan manusia, jadi tidak ada kebenaran yang tidak
dapat dicapai oleh manusia. Jadi tak ada kebenaran yang das ding an sich sebagaimana
diangankan
oleh Imanuel Kant.
11
Jostein Gaader, Dunia Sophi: Sebuah
Novel Filsafat, hal. 401.
12
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, hal. 89.
Imanuel Kant mengumumkan suatu bahwa manusia memiliki akal budi yang otonom.
Akal budi manusia sanggup memberi putusan (judgement) atas peristiwa benda-benda
(fenoumena) yang dialaminya tanpa bantuan dari pihak manapun kecuali dari dalam dirinya saja.
Tapi bagaimana cara merealisasikannya jika Kant juga meyakini bahwa dalam diri benda atau
juga dalam akalbudi ada sifat das ding an sich (benda pada dirinya sendiri). Artinya benda
sebagai obyek hanya diketahui segalanya oeh benda itu sendiri; akalbudi yang otonom itu harus
berhadapan dengan kenyataan ini, sehingga otonomi itu tidak berarti apa-apa terhadap benda di
luar dirinya. Akal budi Kant tidak dapat menjadi obyektif karena tak pernah sampai mengerti
terhadap obyek.
Hegel mencoret das ding an sich. Hegel kepingin otonomi penuh dari akal budi yang
berbentuk kemampuan merealisasikan diri tanpa halangan apapun. Akal budi juga tidak harus
kritis pada dirinya sendiri, tetapi ia harus ―affirmatif‖ (membenarkan dan menyatakan dirinya)
karena pada hakekatnya akal budi telah mencapai kesempurnaan pada dirinya sendiri, yakni
kesempurnaan dalam Roh. Ajakan Kant untuk mengkritisi diri sendiri mengandaikan suatu hal,
bahwa diri manusia belum sempurna dan hanya sempurna jika dikritisi, diamati agar tidak salah
jalan. Padahal, Hegel berpendapat bahwa akal budi manusia merupakan penjelmaan dari Roh
atau akal budi absolut; sedang Roh itu sempurna; sehingga akalbudi manusia juga sempurna
(dalam Roh).
Bagaimanakah proses akal budi yang telah mencapai kesempuraan diri (dalam Roh)
mengejawantahkan dirinya. Proses
pengejawantahan ini tercakup dalam pengertian dialektika.
Untuk dialektika akan dikemukakan
beberapa pengertian
14
:
1.
Berpikir
secara dialektik berarti berpikir dalam totalitas.
Totalitas ini tidak cuma berarti keseluruhan dalam keberbedaan yang tak saling kenal
dalam diam. Namun totalitas yang diinginkan adalah keseluruhan yang mempunyai unsur-
unsur yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan
dan dilawan) dan saling
bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Pemikiran dialektis mengajarkan bahwa kehidupan ini berada dalam keberagaman yang
saling menyapa dalam modus negasi, kontradiksi dan mediasi. Tak ada satupun realitas yang
beragam sekaligus seragam. Keseragaman dalam keberagaman hanya melahirkan kesadaran
13
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, hal. 90.
14
Disarikan dari
uraian St Sunardi, Dilema Manusia Rasional, Kanisius, Yogyakarta.
yang kosong belaka. Kue bala-bala, misalnya, merupakan realitas yang terdiri dari beragam
unsur yang tidak seragam; ada kontardiksi bentuk antara tepung (padat tapi lembut), sayuran,
air dan minyak panas; mereka juga saling mengingkari namun lewat air (diadonkan) dan
minyak panas
mereka saling bermediasi.
Hegel mencontohkan dan mengkhususkan dialektiknya pada hubungan manusia dan
msyarakat. Baginya tak pernah ada hubungan manusia (individu)- masyarakat sebagai
hubungan tanpa mediasi, negasi dan kontradiksi. Karena, tanpa proses itu, manusia dalam
masyarakat tidak akan sampai pada penemuan dirinya; dan tanpa masyarakat tanpa individu
manusia akan menstatiskan konstruk masyarakat sebagai begitu saja tanpa perubahan.
Hubungan dialektika manusia-masyarakat tidak bisa diartikan sebagai kompromi atau
mufakat. Pemufakatan adalah penyeragaman unsur-unsur yang beragam tanpa disertai
kesadaran. Penyeragaman ini pada tingkat ekstrem akan menghasilkan peniadaan unsur-
unsur paling lemah dalam keberagaman itu. Padahal dialektika hanya terjadi jika disertai
dengan kesadaran pencarian
jati diri.
Dialektika
justru
mengharuskan
unsur-unsur
beragam
itu
saling
bertarung
(berkontardiksi) sebab semua unsur dianggap memiliki kebenaran, dan karenanya tidak ada
satupun yang ditiadakan.
Dialektika membiarkan unsur saling bernegasi, dengan saling mengingkari dan diingkari.
Setiap unsur berhak mempertahankan keberadaan dirinya sendiri sekaligus secara serentak
makin memahami keberadaan dirinya sendiri. Sementara itu juga ia tidak boleh
mengorbankan unsur yang lain sedemikian saja, karena unsur yang lain juga
mempertahankan dirinya dengan
cara mengingkari kebenaran unsur yang lain
darinya.
Dielektika membiarkan unsur-unsur bermediasi. Tiap pihak merasa diperkaya jika ia
diperantarai oleh lawannya. Lawannya ternyata memiliki dan memberikan apa yang tidak
dipunyainya, demikian pula sebaliknya. Maka lawan yang semula diingkari dan dilawan
justru dibutuhkan demi penemuan
diri.
Maka, dengan demikian, tidak bisa kita mengartikan dialektika sebagai thesis-antithesis-
sinthesis. Ketiga jalinan thesis hanya akan menjebak kita pada pikiran yang saling
meniadakan untuk menghasilkan perpaduan. Dialektika mengarah pada tujuan rekonsiliasi
(aufgehebung) dimana tercakup
pengertian ―pembaharuan, penguatan, dan perdamaian.
2.
Kedua, Seluruh proses dialektika terjadi dalam ―realitas yang sedang bekerja‖ (working
reality).
Jika dialektika berlaku bagi semua realitas, maka berarti bagi Hegel realitas merupakan
sesuatu yang dinamis. Ini berhubungan dengan keyakinan Hegel bahwa realitas dunia ini
merupakan proses dari pernyataan diri akal budi manusia yang telah mencapai
kesempuranaan dalam Roh
Absolut.
3.
Berpikir dialektis berarti berpikir
dalam perspektif empiris historis.
Di sini perlu dibedakan antara kontradiksi dialektis dan kontradiksi logis. Menurut logika
tradisional, dua preposisi yang saling bertolakan (tesis dan antitesis) tidak pernah benar
kedua-duanya. Menurut pemikiran dialektis, pemikiran logika tradisional tidak memadai
dalam
perspektif empiris-historis.
Dalam kenyataan empiris, setiap preposisi mempunyai hak untuk berada dan dianggap
benar, sehingga tidak bisa begitu saja ditiadakan atau dianggap tidak benar oleh preposisi
lawannya. Dengan demikian dialektika menolak anggapan formal yang melihat suatu
preposisi dari kebedaan bentuknya. Dialektika mengajak kita untuk lebih menekankan isi
atau substansi dari
masing-masing kenyataan empiris yang tidak boleh
saling mengecualikan.
Misalnya, kita tidak bisa berpikir bahwa ‗lurus‖ sebagai lawan ―tidak lurus‖ melainkan
sebagai berlawanan dengan ―bengkok‖ atau ―melengkung‖, ―zig-zag‖ dan lain sebagainya.
Teori dialektika menolak teori
identitas subyek-obyek.
Teori identitas subyek-obyek menekankan bahwa kesadaran (subyek) sudah mencapai
kesatuannya dengan hal-hal di luar kesadaran (obyek), sehingga hal-hal di luar kesadaran
sudah merupakan obyektifikasi sempurna dari kesadaran, dan dengan demikian tercapai pula
identitas antara apa yang memahami (subyek) dan apa yang dipahami (obyek). Paham
identitas
meyakini bahwa subyek bisa membuat ada realitas.
Sedangkan dialektika melihatnya dari sisis empiris-hostoris. Dilihat dari empiris-historis,
realitas dan kesadaran selalu saling mengasingkan: realitas selalu menjadi hambatan bagi
kesadaran untuk merealisasikannya secara penuh, sedang kesadaran terlalu miskin untuk
meraup semua
kekayaan realitas.
Dalam kehidupan ini selalu terjadi konflik antara realitas dan kesadaran, sebab kehidupan
ini bukan suatu realitas melainkan realisasi. Realisasi yang mengarah kepada kesatuan
subyek obyek secara makin
sempurna.
Langganan:
Postingan (Atom)