Mei 13, 2010 oleh kppsmi
by smi
Tepat pada tanggal 30 Maret 2010, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menyatakan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 (Inkonstitusional) dan batal demi hukum. Bahwa putusan itu adalah pilihan yang tepat karena UU BHP akan semakin memantapkan proses kapitalisasi di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Proses Liberalisasi disektor pendidikan akan menyebabkan pendidikan sarat dengan nilai-nilai kebebasan di mana negara perlahan tidak lagi bertanggung jawab dan sepenuhnya diserahkan pada pihak swasta dengan menggunakan mekanisme pasar, inilah yang kami simpulkan sebagai praktek dari proses “Kapitalisasi Pendidikan”.
Kapitalisasi pendidikan, akan berimplikasi pada pendidikan yang akan lebih berorientasi pada pasar, berpegang pada hukum permintaan dan penawaran (supply-demand), dan cenderung berburu rente (rent seeking) sehingga Pendidikan hanya bisa diakses oleh kelompok bermodal. Orang miskin, akan tetap berada di tempatnya, terpenjara oleh kemiskinannya.
Proses kebijakan liberalisasi – privatisasi pendidikan di Indonesia, sebelumnya telah diperkuat dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Presiden No 76 dan 77 Tahun 2007 tentang kriteria usaha di bidang penanaman modal yang membuka peluang besar kepada modal asing untuk berinvestasi di bidang pendidikan. Hal membuka jalan bagi kaum modal (nasional maupun asing) untuk menguasai saham hingga 49 persen untuk tiap satuan pendidikan tingkat menengah dan universitas. Pada tahap ini pendidikan semakin dianggap sebagai investasi sehingga pemerintah menjadikannya sektor terbuka bagi penanaman modal dan komoditas.
Esensi yang terkandung di dalam proses kapitalisasi pendidikan yaitu; hilangnya peran Negara, prinsip penanaman modal dalam lembaga atau institusi pendidikan dan penggunaan segala bentuk hasil karya untuk mendukung . Konsekuensi dari bentuk institusi seperti ini adalah kebebasan untuk mencari sumber dana. Apalagi pemerintah tidak membiayai sepenuhnya dan tidak pula menjamin secara utuh kesediaan biaya bagi operasional suatu institusi pendidikan untuk mendapatkan dana operasional. Kenyataan seperti inilah yang diinginkan oleh pemerintahan neoliberalisme, tak henti-hentinya berupaya untuk menyiapkan peraturan perundang-undangan sebagai payung pengaman bagi proses kapitalisasi pendidikan di indonesia yang hanya diperuntukan kepada para pemodal untuk melancarkan kehendaknya.
Situasi tersebut bukanya tidak mendapatkan perlawanan dari organisasi mahasiswa di kampus-kampus. Perlawanan atas hal itu terus berkobar dikampus-kampus di berbagai kota, naasnya, perlawanan tersebut hanya mampu memberikan sedikit perubahan pada tingkat kampus dan berjalan sendiri-sendiri. Sementara dikampus-kampus lain, dikota-kota lainpun memperjuangkan hal serupa. Metode dan pola-pola demikian, semakin membawa Gerakan Mahasiswa pada jurang fragmentasi dan polarisasi yang semakin dalam dan pada akhirnya kehilangan eksistensi gerak dan daya juang serta pengabdiannya pada rakyat. Eksistensi dan lokalitas perjuangan sudah harus ditinggalkan oleh gerakan mahasiswa ditengah-tengah rakyat yang sedang menderita dalam kesenggsaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar