Salam Demokrasi…!!
Pemerintahan Kapitalis di Indonesia merupakan faktor penting bagi Kapitalis Internasional untuk keluar dari krisis kapitalisme yang sedang berjalan. Hal ini dapat dilihat ketika pemerintahan baru Amerika Serikat menunjuk Indonesia sebagai daftar pertama dalam kunjungan atau lawatan luar negerinya yang diwakili oleh “Hilarry Clinton” dan pembahasan utama saat itu adalah “peranan indonesia dalam membantu AS keluar dari krisis”. Terakhir adalah Konsolidasi Pemerintahan Kapitalis di Dunia melalui Pertemuan G-20 di Pttsburgh 24-25 September 2009 (Pelampung Penyelamatan Krisis) dimana posisi Indonesia disejajarkan dengan negara-negara kuat di Benua Asia antara lain Korsel, Jepang, India, Arab Saudi, dan Cina. Beberapa agendanya adalah evaluasi terhadap kepercayaan pasar, aliran modal, investasi, perdagangan, ekonomi riil, stabilitas pangan dan energi. Salah satu butir kesepakatannya adalah Pengetatan regulasi finansial dan aturan stimulus bersama. Inilah yang akan menjadi rujukan bagi Pemerintahan Kapitalis SBY-Budiono dalam masa jabatannya, khususnya mengenai arah kebijakan ekonomi.
Demokrasi Liberal atau Borjuis (yang sejatinya bukan Demokrasi Rakyat) memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Budiono merupakan suatu alat bagi Imperialis untuk melegalkan agenda-agendanya dalam mengeksploitasi bangsa Indonesia yang menempatkan penguasa terpilih menjadi komparador atau alat representasi kepentingannya. Kenyataan yang pertama adalah geliat langgam gerak Partai Politik dan Elite Politik Borjuasi yang hanya memperkuat posisinya masing-masing, yang sejatinya tetap mewakili dan memperkuat Kelas Borjuasi. Secara kasat mata terlihat “cek-cok” atau “berselisih” bersaing memperebutkan kursi dan tiket Bupati, DPRD, Gubernur, DPR, Presiden, hingga Menteri. Namun tetap tidak membawa kesejahteraan bagi Kelas Buruh dan Rakyat Indonesia. Kenyataan yang kedua adalah keseluruhan perangkat regulasi (peraturan perundang-undangan) sudah hampir selesai dalam artian terlihat begitu berpihaknya mereka pada kaum Imperialis dan tidak peduli atas permasalahan yang dihadapi Rakyat misalnya, Kemiskinan, PHK Masal, Penurunan Hasil Produksi Pertanian dll . (UU Migas, UU Ketenagakerjaan, PERPRES mengenai Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum, UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Badan Hukum Pendidikan, Pemilihan Umum, Otonomi Daerah hingga terakhir membahas Kawasan Ekonomi Khusus Ekslusif [KEKI], UU Ketenagalistrikan, hingga Kerahasiaan Negara) yang kesemuanya adalah agenda Neoliberal dalam mengamankan modal dan memasifkan eksploitasi terhadap bangsa ini dengan keuntungan yang sebesar-besarnya yang terakumulasikan dikalangan segelintir orang yaitu para Borjuasi dan sangat jelas akan Menyengsarakan Rakyat. Dengan adanya UU Badan Hukum Pendidikan praktek Liberalisasi dan Privatisasi makin merasuk ke dalam urat nadi Pendidikan Nasional. Akses Rakyat Indonesia terhadap hak atas Pendidikan hingga Perguruan Tinggi semakin tertutup. Setelah hampir seluruh kampus menaikan biaya Pendidikan atau SPP tahun ini, ditambah lagi praktek Pungutan Liar yang bergulir dibeberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Hal ini pun ditandai dengan pengkebirian Demokrasi di dalam Kampus, seperti kegiatan penerimaan Mahasiswa Baru sepenuhnya di operatori oleh Birokrasi Kampus (menjadi arahan Nasional melalui DIKTI), dengan kata lain posisi tawar mahasiswa semakin kecil terhadap Birokrasi Kampus.
Oleh karena itu kami dari AMBARAWA (Aliansi Mahasiswa Berjuang dan Melawan Surabaya) menyatakan sikap bahwa, Persatuan Gerakan Rakyat di segala sektor yang terorganisir harus kita galang sampai ketingkat Nasional sebagai alat perjuangan alternatif guna menjalankan Pembebasan Nasional Melawan Imperialisme.
Untuk itu kami menuntut:
Ø Jalankan Reforma Agraria Sejati
Ø Bangun Industrialisasi Nasional yang Kuat dan Mandiri
Ø Nasionalisasi Aset-Aset Vital Negara Di Bawah Kontrol Rakyat
Ø Berikan Pendidikan Nasional Yang Gratis (TK-Perguruan Tinggi), Ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan
“SALAM PEMBEBASAN NASIONAL”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar