Krisis global
Krisis global merupakan kelanjutan dari rangkaian krisis sebelumnya artinya krisis global adalah hal yang wajar terjadi dalam tubuh kapitalisme seperti gambaran pada pendahuluan. Berawal dari kejatuhan Wall Streat dijantung kapitalisme-Amerika Serikat ternyata melahirkan krisis yang berkepanjangan sampai sekarang di Negara-negara kapitalisme di luar Amerika dan menyerang juga Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Kalau digenarlisasikan setidaknya ada tiga pandangan tentang beberapa hal yang mendasari dari terjadinya krisis global, pandangan ini juga nantinya tidak terlepas dari strategi atau jalan keluar yang ditawarkan untuk menyelematkan perekonomian dari badai krisis, diantaranya :
1.Bagi pendukung free economy market terjadinya krisis lebih didasarkan pada kesalahan, kerakusan para pelaku pasar yang hanya mengejar keuntungan individu-individu tanpa memperhatikan keberlangsungan perusahaan kedepannya. Pandangan ini sebenarnya lebih dikenal bahwa krisis disebabkan moral hazard dai pelaku pasar.
2.Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa persoalan krisis disamping tata kelola yang buruk, keserakahan pelaku pasar sebenarnya terjadinya krisis tidak terlepas dari hilangnya intervensi Negara dalam menjaga stabilisasi pasar sehingga sebelum terjadinya krisis Negara sudah memiliki strategi penyelematan dengan kata lain langkah-langkah pencegahan sudah disiapkan dan bisa secara langsung diterapkan sehingga krisis tidak terjadi kalaupun terjadi akan disembuhkan secara cepat tidak berkepanjangan seperti sekarang ini.
3.Pandangan terakhir adalah memandang krisis lebih pada hakikat dasar dari kapitalisme itu sendiri yaitu krisis merupakan keniscayaan yang terus akan terjadi (lingkaran setan) yang tidak bisa dihindari kecuali menggantikan kapitalisme dengan corak produksi yang baru. Lebih lanjut krisis bukanlah disebakan oleh moral hazard atau keserakahan para pemodal karena hal tersebut menjadi fenomena yang wajar dari sebuah sistem yang rakus dan tidak pula persoalan kepasifan atau tidak adanya intervensi Negara karena corak produksi yang kapitalistik akan secara otomatis tidak membutuhkan peran Negara dalam urusan pasar kecuali Negara hanya dibutuhan sebagai alat untuk memuluskan proses akumulasi modal sehingga Negara tidak lebih dari sebuah alat kepentingan kelas para pemoda (pemilik alat produksi).
Dampak Krisis Global
Indonesia adalah salah satu Negara penghamba terhadap modal, menganut atau mengamini konsep pasar bebas sebagai jawaban menjadi Negara maju. Banyak paket kebijakan, regulasi yang dikeluarkan untuk kepentingan kelas pemodal. Secara keumuman dampak krisis global terhadap Indonesia telihat dengan jelas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak dilanda krisis mengalami penurunan Bank Indonesia memperkirakan turun dari 6,1 persen ke 4 persen. Sejak dilanda krisis Indonesia sudah berapa kali melakukan revisi target pertumbuhan ekonomi artinya bahwa perekonomian berada dalam ketidakpastian yang tinggi. Tingkat ekspor mengalami penurunan turun drastis dari 12,5 miliar dollar AS (Juli 2008) ke 7,1 miliar dollar AS (Januari 2009), impor juga turun signifikan dari 10,7 miliar dollar AS ke 5 miliar dollar AS pada periode yang sama. Terjadinya penurunan ekspor disebabkan adanya pengurangan atau pemangkasan tingkat konsumsi atau permintaan dari Negara maju seperti Amerika, Eropa maupun pasar Asia karena persoalan ekonomi di Negara tersebut akibat dari krisis global, sementara disisi yang lain Indonesia mengalmi tingkat ketergantungan yang bisa dikatakan cukup tinggi terhadap pasar luar negeri. Disamping itu juga Indonesia juga mengalami ketergantungan yang cukup besar akan teknologi, barang dan jasa seperti jasa perkapalan, asuransi, keuangan dan lainnya tentu akan mempengaruhi transaksi berjalan diperkirakan membuat defisit transaksi berjalan sekitar 2,5 miliar dollar AS pada tahun 2009 (Mirza Adityaswara Chief Economist Bank Mandiri Group).
Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan besar swasta maupun plat merah (BUMN) tidak luput juga dari hantaman krisis. Tidak sedikit perusahaan mengalami kerugian bahkan pilihan utuk menutup usahanya seperti yang terjadi akhir-akhir ini kerugian terbesar yang dialami salah satu perusahaan ternama PT Bakrie&Brother dalam jumlah Trilliun Rupiah dan terakhir penutupan bank IFI yang tentu tidak menutup kemungkinan akan diikuti oleh bank-bank bila dilihat dari meningkatnya Non performan Loan (NPL) tingkat kredit bermasalah 5% bahkan bergerak diatas 5%. Melihat kasus terebut orang akan berpikir dua kali untuk menginvestasikan modalnya dalam bentuk tabungan maupun dalam bentuk investasi usaha dengan melihat kondisi ekonomi yang fluktuatif dan tingginya resiko investasi yang diprediksi trend ekonomi negative, hal ini mempengaruhi return of investmen (ROI) dan tigkat profit yang akan didapatkan dari investasi tersebut.
Dampak krisis global di Indonesia setidaknya memunculkan 2 persoalan mendasar pertama; semakin bertambahnya angka kemiskinan akibat ketidakmampuan Negara dalam melahirkan kebijakan atau program-program yang tepat dalam arti program yang mampu memberikan perbaikan hidup rakyat, disamping ketidakmampuannya juga dalam mengelola dan menjaga kekayaan yang dimiliki dalam memajukan kesejahteraan rakyat . Kedua; Penambahan angka pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja disamping sempitnya lapangan kerja di Indonesia (lapangan kerja tidak mampu menampung tingginya angkatan kerja). Lalu bagaimana dampak krisis global disektor rill rakyat yang notabenenya masih mengalami keterpurukan?
Demokrasi liberal
Demokrasi Liberal semakin merasuk kedalam sistem perpolitikan Indonesia. Kenyataan yang didapat adalah geliat langgam gerak partai politik dan elite politik borjuasi yang hanya memperkuat posisinya masing-masing, yang sejatinya tetap mewakili dan memperkuat kelas borjuasi. Secara kasat mata terlihat “cek-cok” atau “berselisih” bersaing memperebutkan kursi dan tiket BUPATI, DPRD, GUBERNUR, DPR, PRESIDEN, hingga MENTERI. Namun tetap tidak membawa kesejahteraan bagi kelas buruh dan rakyat indonesia. Yang mana dalam pelantikan Pemerintahan yang baru SBY dan BD yang pada hakikatnya adalah Rezim yang tidak akan berpihak kepada rakyat sejatinya.
Terkait dengan pelantikan SBY-BD yang juga hakikatnya antek-antek kapitalis, dibuktikan dengan banyaknya kebijakan-kebijakan yang pada dasarnya proses privatisasi dan liberalisasi seluruh sektor yang ada baik itu pendidikan (UU BHP), buruh (UU Ketenaga kerjaan), maupun peraturan-peraturan yang sangat menguntungkan para pemilik modal namun tidak berpihak terhadap rakyat.
Maka kami dari SERIKAT MAHASISWA INDONESIA Menyatakan sikap :
1.Kapitalisme bukanlah solusi untuk mensejahterakan rakyat.
2.Lawan rezim borjuis SBY-BD.
3.Nasionalisasi asset- asset dalam Negeri di bawah kontrol rakyat
4.Bangun Industri Mandiri
5.Laksanakan Reforma Agraria Sejati
6.Berikan Pendidikan gratis, Ilmiah, Demokratis, dan Bervisi kerakyatan
7.Cabut UU Badan Hukum Pendidikan
8.Cabut SK. DIKTI No. 26 Tentang: Pelarangan ormas dan organisasi beraktivitas dalam Kampus
9.Stop Pungli dalam kampus
10.Cabut system Out scoring terhadap buruh
11.Tolak PHK sepihak terhadap buruh PT WRP
12.Stop pengusuran PKL
13.Tolak WTO sebagai jalur Imprialisme
Turut Bersolidaritas :
FORMADAS (Forum Mahasiswa Anti Penindasan)
P-PRM (Politik Rakyat Miskin), PBB (Persatuan Buruh Berjuang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar